TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG DI BLOG INI, JANGAN LUPA FOLLOW MY BLOG UNTUK SELALU MENDAPATKAN UPDATE TERBARU

Rabu, 26 Juni 2013

KDRT

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA


Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah kekerasan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri. Menurut Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu. Pelaku atau korban KDRT adalah orang yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembatu rumah tangga, tinggal di rumah ini. Ironisnya kasus KDRT sering ditutup-tutupi oleh si korban karena terpaut dengan struktur budaya, agama dan sistem hukum yang belum dipahami. Padahal perlindungan oleh negara dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa aman terhadap korban serta menindak pelakunya.

Jenis kekerasan dalam rumah tanggga, diantaranya :

1.        Kekerasan fisik

a.    Kekerasan Fisik Berat

Berupa penganiayaan berat seperti menendang; memukul, menyundut; melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan:

1)        Cedera berat.
2)        Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari.
3)        Pingsan.
4)    Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati.
5)        Kehilangan salah satu panca indera.
6)        Mendapat cacat.
7)        Menderita sakit lumpuh.
8)        Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih.
9)        Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.
10)    Kematian korban.

b.    Kekerasan Fisik Ringan

Berupa menampar, menjambak, mendorong, dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan:

1)        Cedera ringan.
2)        Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat.
3)        Melakukan repitisi kekerasan fisik ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan berat.

2.        Kekerasan psikis

a.    Kekerasan Psikis Berat

Berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; kekerasan dan atau ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis; yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal berikut:

1)       Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun.
2)        Gangguan stres pasca trauma.
3)        Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi medis).
4)        Depresi berat atau destruksi diri.
5)     Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya.
6)        Bunuh diri.

b.    Kekerasan Psikis Ringan

Berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis;yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis ringan, berupa salah satu atau beberapa hal di bawah ini :

1)        Ketakutan dan perasaan terteror.
2)        Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak.
3)        Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual.
4)    Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan pencernaan tanpa indikasi medis).
5)        Fobia atau depresi temporer.

3.        Kekerasan seksual

a.    Kekerasan seksual berat, berupa:

1)   Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
2)  Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak menghendaki.
3)        Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan.
4)        Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu.
5)      Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
6)    Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.

b.    Kekerasan Seksual Ringan

Berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban.

Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat.

4.        Kekerasan ekonomi

a.    Kekerasan Ekonomi Berat

yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa :

1)  Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.
2)  Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
3)  Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, memanipulasi harta korban.

b.    Kekerasan Ekonomi Ringan

Berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.

Penyebab KDRT

Beberapa hal yang menyebabkan timbulnya KDRT adalah:
1.         Laki-laki dan perempuan tidak dalam posisi yang setara.
2.      Masyarakat menganggap laki-laki dengan menanamkan anggapan bahwa laki-laki harus kuat, berani serta tanpa ampun.
3.         KDRT dianggap bukan sebagai permasalahan sosial, tetapi persoalan pribadi terhadap relasi suami istri.
4.     Pemahaman keliru terhadap ajaran agama, sehingga timbul anggapan bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan.
5.         Masalah ekonomi, dalam hal ini ketimpangan pendapatan suami dan istri.
6.     Adanya budaya patriarki, di mana stigma bahwa kaum pria adalah sosok yang dominan dalam rumah tangga sehingga harus dituruti semua keinginannya.
7.         Tingkat stress yang tinggi karena tuntutan kehidupan di kota besar.
8.         Lingkungan yang kurang menciptakan ketenangan, sehingga mempengaruhi temperamen seseorang.

Penanggulangan KDRT

Setelah diketahui tentang beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya KDRT, maka yang tidak kalah pentingnya adalah berbicara tentang penanggulangan KDRT.

Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah dan menciptakan penanggulangan KDRT di antaranya :

1.    Memberikan kesadaran kepada para ibu rumah tangga, sebagai mayoritas korban, tentang hak yang dimiliki tentang kesetaraan peran dalam rumah tangga.
2.      Memberikan pemahaman dan pengertian tentang payung hukum serta proses hukum yang bisa dijalani, jika mereka menjadi korban KDRT.
3.      Memberikan keyakinan akan adanya perlindungan dari korban KDRT yang melaporkan masalah KDRT pada pihak yang berwenang.
4.    Menyadarkan kepada para korban, bahwa tidak perlu malu untuk mengekpos dan melaporkan kasus tersebut kepada pihak yang berwajib. Sebab, KDRT bukanlah sebuah aib, melainkan sebuah tindakan kriminal yang perlu mendapatkan penanganan secara hukum.
5.   Memberikan kesadaran kepada kaum pria, tentang adanya batasan wewenang yang bisa dilakukan kepada istrinya.

Bentuk perlindungan KDRT
UU PKDRT membagi perlindungan KDRT menjadi perlindungan yang bersifat sementara dan perlindungan dengan penetapan pengadilan serta pelayanan. Perlindungan dan pelayanan diberikan oleh institusi dan lembaga sesuai tugas dan fungsinya masing-masing:

1.     Perlindungan oleh kepolisian berupa perlindungan sementara yang diberikan paling lama 7 (tujuh) hari, dan dalam waktu 1 X 24 jam sejak memberikan perlindungan, kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.

2.      Perlindungan oleh advokat diberikan dalam bentuk konsultasi hukum, melakukan mediasi dan negosiasi di antara pihak termasuk keluarga korban dan keluarga pelaku (mediasi), dan mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan (litigasi), melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerja sosial (kerja sama dan kemitraan).

3.  Perlindungan dengan penetapan pengadilan dikeluarkan dalam bentuk perintah perlindungan yang diberikan selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang.

4.    Pelayanan tenaga kesehatan penting sekali artinya terutama dalam upaya pemberian sanksi terhadap pelaku KDRT. Tenaga kesehatan sesuai profesinya wajib memberikan laporan tertulis hasil pemeriksaan medis dan membuat visum et repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau membuat surat keterangan medis lainnya yang mempunyai kekuatan 
hukum sebagai alat bukti.

5.        Pelayanan pekerja sosial diberikan dalam bentuk konseling untuk menguatkan dan memberi 
rasa aman bagi korban, memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan, serta mengantarkan koordinasi dengan institusi dan lembaga terkait.

6.      Pelayanan relawan pendamping diberikan kepada korban mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan seorang atau beberapa relawan pendamping, mendampingi korban memaparkan secara objektif tindak KDRT yang dialaminya pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pengadilan, mendengarkan dan memberikan penguatan secara psikologis dan fisik kepada korban.

7.     Pelayanan oleh pembimbing rohani diberikan untuk memberikan penjelasan mengenai hak, kewajiban dan memberikan penguatan iman dan takwa kepada korban.


Bentuk perlindungan dan pelayanan ini masih besifat normatif, belum implementatif dan teknis oparasional yang mudah dipahami, mampu dijalankan dan diakses oleh korban KDRT.

Tugas pemerintah untuk merumuskan kembali pola dan strategi pelaksanaan perlindungan dan pelayanan dan mensosialisasikan kebijakan itu di lapangan. Tanpa upaya sungguh-sungguh dari pemerintah dan semua pihak, maka akan sangat sulit dan mustahil dapat mencegah apalagi menghapus tindak KDRT di muka bumi Indonesia ini, karena berbagai faktor pemicu terjadinya KDRT di negeri ini amatlah subur.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/
http://www.anneahira.com

http://www.duniaesai.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar